Friday, 12 February 2016

Keluarga Mardika [Pilot]

“Sprite satu, enam ribu rupiah. Ada yang lain, Mbak?” pria di kasir bertanya sambil tersenyum. Sandra hanya menjawabnya dengan menggeleng ringan seraya melengkungkan senyum kecil, lalu memberikan selembar uang sepuluh ribuan kepadanya.
“Uangnya sepuluh ribu ya. Mau pulsanya sekalian?” pria di kasir bertanya lagi, seperti sebuah robot yang sudah terpogram untuk menanyakan itu setiap kali Sandra berbelanja di sana. Sama halnya dengan Sandra, yang sepertinya sudah terprogram untuk selalu menggeleng setiap kali pertanyaan itu dilontarkan.
Wanita itu mengalihkan pandangan ke arah jendela. Di luar sana sudah gelap. Langit dipenuhi oleh gumpalan awan berwarna abu-abu yang bergerak cepat. Sobekan kertas koran beterbangan di jalanan. Sepertinya angin di luar bertiup dengan cukup kuat.
“Kembaliannya empat ribu ya, Mbak,” pria di kasir menyadarkan lamunan sesaatnya. Setelah mengambil kembalian, wanita itu keluar dari toko swalayan tersebut dan berdiri terdiam di depan sana.
Di luar, embusan angin lebih terasa memberikan hawa dingin. Rintik-rintik air berjatuhan membentuk gerimis. Sebuah pemandangan yang normal di kota hujan, atau lebih tepatnya kabupaten hujan. Karena dia tinggal di daerah Bogor bagian kabupaten, yaitu Darmaga.
Di hari sabtu, orang-orang mungkin lebih memilih tidur di dalam rumah, dan bersembunyi di balik selimutnya yang hangat. Kalau bisa, tentunya Sandra juga akan memilih hal yang sama. Tetapi mau tidak mau wanita 23 tahun dengan rambut sebahu itu harus rela keluar dari rumahnya yang nyaman, untuk menemui seorang pelanggan yang memesannya secara online. Tidak, Sandra tidak bekerja sebagai PSK online. Tapi dia bekerja sebagai tukang ojek online yang saat ini sedang booming itu.