|
gambar: bronzemagonline.com |
MALAM semakin
larut, hujan pun semakin deras melumat tempat itu. Di dalam sebuah ruangan,
seorang anak lelaki terduduk di dalam selimut. Tubuhnya menggigil karena
kehujanan. Seorang pria berkumis dan berseragam putih mendekatinya dan memberikannya
secangkir teh hangat. Tanpa disuruh, anak itu langsung meminumnya.
“Bagaimana keadaan
kamu?” tanya sang pria berseragam.
“Alhamdulillah
Pak, sudah baikan. Terima kasih banyak ya Pak!” jawab anak itu dengan mulut
yang bergetar.
“Apa yang terjadi
padamu?” tanya pria itu lagi.
“Aku tidak ingat.
Memangnya, apa yang terjadi padaku?”
“Apa yang kamu
lakukan di tempat seperti ini malam-malam?”
“Aku tidak ingat.
Memangnya apa yang aku lakukan?”
“Ini tidak ingat,
itu tidak ingat. Lalu apa yang kamu ingat?”
“Aku hanya ingat,
aku lulus seleksi SNMPTN Undangan di IPB.”
***
Siang itu,
matahari semakin gila memanggang kota Kuningan yang menggeliat kepanasan. Di
tengah jilatan lidah api matahari itu, seorang anak lelaki berlari terburu-buru
di atas jalanan aspal dekat terminal. Dia adalah Sigit. Dia berlari mengejar
bus berwarna hijau yang sedang terparkir jauh di depannya. Pedagang kaki lima
yang ramai menjajakan aksesoris dengan harga murah ia hiraukan. Asap dan debu
jalanan yang menyerang wajahnya tanpa ampun tidak ia pedulikan. Untungnya dia
masih bisa melihat melalui kacamata tak berlensa seharga dua kali makan nasi
rendangnya itu.
Sigit masih
berlari dan terus berlari, sambil sesekali membetulkan celanajeans panjang
berwara biru donkernya yang sering merosot. Punggungnya terbungkuk karena
keberatan membawa tas ranselnya yang penuh berisi pakaian dan alat-alat
mandinya. Tangan kanannya membawa kantung plastik putih besar berisi buku
matematika untuk ia nikmati di perjalanan nanti. Bus bertuliskan ‘KUNINGAN-BOGOR’
itu semakin jelas terlihat di hadapannya. Hingga beberapa saat kemudian,
akhirnya dia pun berhasil menaiki bus tersebut. Dia tidak memiliki gambaran
seperti apa kota yang akan didatanginya nanti. Bahkan ini adalah pertama
kalinya ia naik bus. Namun, itu tidak mengurangi semangatnya untuk mencapai
impiannya yang selalu terpatri di lempengan hatinya.
“Sebentar lagi,
aku akan bersekolah di Perguruan Tinggi.”